H-1 jelang pertandingan klasik Persib vs Persija yang akan digelar di Bali. Ini bukan untuk kali pertama laga Maung lawan Macan digelar di tempat netral, terutama untuk tim Macan Kemayoran yang telah 6 tahun belakangan selalu bermain di luar Jakarta.
Pertandingan ini memang selalu menjadi buah bibir di kalangan penggemar sepak bola tanah air, baik sebelum atau sesudah laga dimainkan.
Tidak sedikit pula media cetak, elektronik dan online selalu memberikan prediksi hasil, ulasan pertandingan serta berbagai hal lain yang menghiasi duel ini, di dalam maupun luar lapangan.
Akibat tensi laga yang tinggi, biasanya pertandingan kedua tim ini selalu menghasilkan sanksi untuk tim, pemain, suporter, bahkan untuk kita semua yang terlibat di dalam pertandingan tersebut.
Partai Biru lawan Merah ini tidak bisa dipungkiri memiliki adrenalin yang berbeda dengan pertandingan yang lain. Bisa jadi karena pertandingan ini memang memiliki sejarah rivalitas antar kelompok suporter yang kurang baik. Laga ini memiliki aura tersendiri yang berbeda, aura istimewa! Aura istimewa itulah yang membuat adrenalin kami, para pelaku duel ini, menjadi sedikit berbeda.
Pada dasarnya setiap pemain selalu ingin memenangi pertandingan dan memberikan yang terbaik pada setiap laga. Tetapi terkadang dengan adrenalin yang begitu tinggi, pemain bisa saja lepas kontrol dan melakukan tindakan negatif yang dapat merugikan diri sendiri atau bahkan tim.
Namun dalam kesempatan ini saya mengajak pembaca sekalian meninggalkan pembahasan antara Persib dengan Persija.
Pagi ini ketika perjalanan saya dari rumah menuju bandara untuk terbang ke Bali, saya membuka twitter dan membaca salah satu portal berita yang memberitakan seorang pemain Liga 2 yang melakukan tindakan tidak sewajarnya dilakukan pesepak bola beberapa hari lalu. Pesepak bola ini menerima sanksi dari Komisi Disiplin (Komdis) berupa larangan beraktifitas di sepak bola profesional selama 5 tahun.
Sejujurnya saya tidak kaget dengan apa yang telah dijatuhkan oleh Komdis karena memang tindakan pemain tersebut jauh dari kata respect apalagi fairplay.
Seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa setiap pemain pasti ingin memenangkan pertandingan. Terkadang adrenalin pemain melewati batas normal hingga membuat si pemain tidak “sadar”. Ketika adrenalin mulai tinggi dan posisi tim tertinggal, ditambah kondisi fisik yang mulai menurun, pada akhirnya timbullah emosi yang sulit terkontrol lagi.
Jika saat ini ada yang bertanya apakah kita tidak merasa iba dengan pelaku dan keluarganya? Jawaban sangat mudah. Sebelum melakukan hal negatif, selalu berfikirlah tentang orang-orang yang kita cintai. Karena jika terjadi hal buruk, bukan hanya diri kita sendiri yang akan menanggung segalanya tetapi orang-orang yang kita cintai akan ikut pula menanggung beban yang sama.
Di sisi lain tentunya ada nilai bagus yang bisa kita ambil dari kasus ini. Pada akhirnya kita sebagai pesepak bola semestinya dapat belajar dari apa yang telah menimpa teman kita, agar tidak ada lagi kejadian serupa di kemudian hari.
Dan yang terpenting sebagai pesepak bola, selain meraih kemenangan adalah hal yang utama, ada hal lain yang terkadang kita lupakan, yaitu respect (hormat) pada semua orang yang terlibat dalam pertandingan. Selain sebuah kemenangan, berilah selalu hal-hal positif untuk mereka yang hadir menyaksikan pertandingan.
Karena tanpa kita sadari, pesepak bola juga merupakan public figur yang harus menjadi role model (model panutan) buat setiap orang yang datang ke stadion.
Never give up and stay strong
Selesai….